Jumat, 10 Maret 2017

Akhlak, Ilmu akhlak, Tasaw,uf

Nama   : Qosim Nur Syekha                                       
NIM    : 1403056085                                     
Mata Kuliah    : Akhlak Tasawuf
UIN Walisongo Semarang

Jawaban Soal Ujian Tengah Semester Genap 2015/2016
1.a.                  Akhlak secara etimologi adalah bentuk jamak dari Khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Sedangkan secara terminologi akhlak adalah kehendak dan tindakan yang sudah menyatu dengan pribadi seseorang dalam kehidupannya sehingga sulit untuk dipisahkan.
            Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas seputar akhlak baik dan buruk serta sifat terpuji dan tercela, berikut sifat-sifat yang harus diperkuat atau dihilangkan.
Ruang lingkup Akhlak:
1). Akhlak Kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada Allah.
2). Akhlak kepada orang lain
Islam mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal, saling menolong, sedangkan orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang-orang yang bertakwa.
3). Akhlak kepada diri sendiri
Allah menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya dan Allah juga memuliakan manusia dibanding makhluk lain ciptaannya. Oleh karena itu, semua yang diberikan Allah harus kita jaga dan rawat, karena hakikatnya diri kita adalah milik Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan ciptaannya.
b.       Tasawuf Adalah mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan Kholwat, riyadah, dan terus-terus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubah dan ikhlas.
          Ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai menuju jalan Allah.
c.       Akhlak Tasawuf dan hubungannya dengan ilmu tauhid yaitu
Akhlak Tasawuf dan hubungannya dengan ilmu fiqih yaitu ilmu tasawuf berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hokum-hukum fiqh karena pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah. Ilmu tassawuf dan ilmu Fiqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduannya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam sesuai dengan kadar kualitas ilmunya.
d. Tujuan mempelajari Akhlak Tasawuf yaitu untuk memberikan penerangan dan pedoman bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik dan buruk.
Manfaat mempelajari Akhlak tasawuf yaitu sebagai berikut:
1)        Melahirkan keluhuran moral berupa kesalehan ritual kepada Allah dan kesalehan sosial terhadap sesama manusia. Kesalehan ritual saja itu tidak cukup, karena bisa menyebabkan seseorang menjadi egois dan a-sosial. Oleh sebab itu, perlu juga dihiasi dengan kesalehan social. Spiritualisme yang ekstrem yang mengabaikan aspek social, jelas hanya akan merugikan umat Islam.
2)        Muraqabah dan ma’rifatullah, yakni seseorang merasa bahwa seluruh amal perbuatannya berada dalam pengawasan Allah. Ini akan melahirkan moral otonom. Dimana dan kapan pun berada, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat yang terbaik.
3)        Mahabbah fillah (cinta kepada Allah). Dengan dasar cinta, semangat beribadah seseorang akan menggelora, semangat berkorban untuk orang lain pun tak pernah padam. Sebab cinta memberikan inner power yang luar biasa. Seseorang yang mengaku cinta, maka harus berani berkorban.

syari’at, thariqat, hakekat, dan ma’rifat

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Berbagai upaya dilakukan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka mencari jalan yang dapat membawa mereka lebih dekat dengan Tuhan sehingga mereka merasa melihat Tuhan dengan hati sanubari, bahkan merasa bersatu dengan Tuhan. Ajaran-ajaran seperti ini terdapat dalam tasawuf.
Meskipun secara tekstual tidak terdapat ketentuan untuk melaksanakan tasawuf, namun hal ini telah dilakukan Rasulullah SAW. dengan pergi ke Gua Hira untuk mengasingkan diri dari kehidupan kota Mekkah yang hanyut oleh penyembahan-penyembahan terhadap berhala dan merenung mencari hakikat kebenaran disertai beribadah dan berpuasa sehingga jiwanya semakin suci dengan membawa sedikit bekal.
Amalan tersebut mewarnai kehidupan para sahabat. Mereka meneladani  kehidupan Rasulullah SAW. dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama. Diantara mereka ada yang tekun beribadah dan hidup zuhd. Mereka dikenal dengan Ahl al-shuffah. Yang kemudian disebut sebagai cikal bakal munculnya kaum shuffi.
Dilihat dari segi amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa istilah yang khas dalam ilmu tasawuf. Kaum sufi membagi ajaran agama kepada ilmu lahiriah dan ilmu batiniah. Oleh karena itu, cara memahami dan mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin. Kedua aspek yang terkandung dalam ilmu agama tersebut oleh kaum sufi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu syari’ah, thoriqad, haqiqah, dan ma’rifah.

B.                 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hirarki syari’at?
2.      Apa pengertian hirarki thariqat?
3.      Apa pengertian hirarki hakekat?
4.      Apa pengertian hirarki ma’rifat?
5.      Bagaimana hubungan antara hirarki syari’at, thariqat, hakekat, dan ma’rifat secara integral?




























BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Syari’at
Secara bahasa, syari’at berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Syari’at berasal dari bahasa Arab “syara’atun wa syariiatun – syara’a” yang artinya: menggariskan suatu aturan atau pedoman.
Secara istilah, syariat (syariiatun) adalah undang-undang yang dibuat oleh Allah SWT yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits atau as-sunnah.
Syari’at juga diartikan sebagai peraturan-peraturan atau garis-garis yang telah ditentukan, termasuk didalamnya hukum-hukum halal dan haram, yang diperintah dan yang dilarang, yang sunnah, makruh, mubah, haram dan sebagainya. Syari’at disisni ditujukan sebagai landasan bagi seorang shufi untuk mengerjakan amal ibadah, baik yang bersifat lahiriyah dari segala hukum seperti shalat, zakat, puasa, haji, berjihad di jalan Allah, menuntut ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Tegasnya syari’at itu adalah peraturan yang bersumber dari kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi.
Segala perbuatan yang dikerjakan oleh semua umat Islam tidaklah terlepas dari suatu hukum. Menurut pandangan ahli tashawwuf, bahwa syari’at itu baru merupakan tingkat pertama dalam menuju jalan Tuhan. Dengan demikian, berpegang pada syari’at adalah sama halnya berpegang kepada agama Allah, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan berusaha sekuat tenaga menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam kitab Kifayatul Atqiya’ oleh Syaikh Zainuddin bin Ali al Malibary sebagai berikut :
“Syari’at adalah berpegang pada agama Allah Khaliqul alam dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya.”

Oleh sebab itu perlu ditegaskan sekali lagi bahwa tashawwuf tidak bisa dilepaskan dari pondasi Islam, yaitu syari’at. Dan barang siapa yang meninggalkan syari’at dalam bertashawwuf dengan alasan apa saja, maka akan batallah amalnya dan bahkan akan terjerumus kedalam kekufuran yang nyata.[1]
B.            Thariqat
Kata thariqat berasal dari bahasa Arab al-tharq, jamaknya al-thuruq merupakan isim musytaraq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode.
Dalam wacana tasawuf, istilah thariqat ini sampai abad ke-11 M/5 H dipakai dengan pengertian jalan yang lurus yang dipakai oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yaitu berada sedekat mungkin dengan Allah atau dengan kata lain berada di hadirat-Nya tanpa dibatasi oleh dinding atau hijab. Sedangkan ikhtiar untuk menempuh jalan itu dinamakan suluk. Dan orang yang bersuluk disebut salik.
Ditinjau secara etimologi, kata thariqat ditemukan dalam berbagai definisi. Di antaranya, menurut Abu Bakar Aceh, Thariqat adalah petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dicontohkan oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai.
L. Masignon mengatakan bahwa thariqat mempunyai dua makna dalam dunia Sufi. Pertama, dalam abad ke-9 dan abad ke-10 M berarti cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Kedua, setelah abad ke-11 M thariqat mempunyai arti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani oleh segolongan orang-orang Islam menurut ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan tertentu.
J. Spencher Triminghan mendefinisikan thariqat sebagai suatu metode praktis untuk menuntun dan membimbing seorang murid secara berencana melalui pikiran, perasaan dan tindakan yang terkendali secara terus-menerus pada suatu tingkatan-tingkatan (maqamat) untuk dapat merasakan thariqat yang sebenarnya.
Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa thariqat adalah suatu jalan atau metode tertentu dalam ibadah yang dilakukan oleh seorang sufi dan diikuti oleh para muridnya dengan tujuan bisa berada sedekat mungkin dengan Allah.[2]
C.           Hakikat
Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-­benar ada. Kata ini berasal dari kata po­kok hak (al-Haq), yang berarti milik (ke­punyaan) atau benar (kebenaran).
Dalam bahasa hakikat yaitu arti yang sebenarnya atau intisari atau isi akhiran. Sedangkan hakikat islam ialah bebas dan bersih dari penyakit lahir dan bathin yang menimbulkan perasaan nyaman, damai dan tentram serta menjadikan kita patuh dan taat pada segala apa yang diperintahkan oleh-Nya juga menjauhi segala larangan-Nya. Jadi Hakikat adalah buah dari benih syariat yang pengamalannya melalui tarekat.
Dari sini jelaslah bahwa syari’at, thariqat, dan haqiqat itu sesuatu tiga menjadi satu, seperti tali berpilin tiga, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang demikian itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut :
“Syari’at itu perkataanku, thariqat itu perbuatanku dan haqiqat itu ialah kelakuanku.”[3]

D.           Ma’rifat

Ma’rifat adalah mengenal Allah, baik lewat sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Ma’rifat merupakan puncak dari tujuan tashawwuf dan dari semua ilmu yang dituntut dan satu-satunya perbuatan yang paling mulia.
Ma’rifat itu disamping merupakan anugerah dari Allah, dapat pula dicapai dengan melalui syari’at, menempuh thariqat dan memperoleh haqiqat. Apabila syari’at dan thariqat sudah dapat dikuasai, maka timbullah haqiqat yang tidak lain daripada perbaikan keadaan dan ahwal, sedangkan tujuan terakhir ialah ma’rifat yaitu mengenal Allah dan mencintainya yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Orang yang telah mencapai maqam ma’rifat ini disebut ‘Arifbillah. Dan pada tingkat inilah ia dapat mengenal dan merasakan adanya tuhan, bukan sekedar mengetahui tuhan itu ada.
Maka jelaslah bila Allah telah membukakan pintu ma’rifat kepada seseorang atau kepada kita, maka janganlah kita memperdulikan dulu akan amal kita yang sedikit, sebab ma’rifat itu sendiri sudah merupakan rahmat, anugerah yang luar biasa. Siapa yang dibukakan akan pintu ma’rifatullah, berarti orang itu akan dikenal baik oleh tuhan sendiri dan penduduk langit. Yang mencari itu sesungguhnya yang dicari. Yang mengenal itu sesungguhnya yang dikenal. Sedikit amal tapi disertai ma’rifat kepada Allah jauh lebih utama dari pada banyak amal yang tidak disertai ma’rifat kepada Allah.
Jelasnya mencapai ma’rifat itu tidak cukup dengan jalan melalui dalil-dalil atau bukan semata didapat melalui akal atau banyaknya amalan, akan tetapi ma’rifat billah dapat dicapai dengan pertolongan Allah, disamping berusaha mrndapatkannya melalui amal sholeh.[4]
E.            Hubungan antara Syari’at, Thariqat, Hakikat, dan Ma’rifat
Uraian tentang syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah di atas mengambarkan betapa seriusnya para ulama sufi dalam upayanya memberi jalan bagi umat untuk mengamalkan ajaran islam dengan mudah dan tepat, sehingga mengantarkan hamba menuju kebahagian zhahir dan batin.
Syariah itu diibaratkan sebagai perahu dimana ia menjadi sarana untuk sampai pada tujuan, sementara thariqah bagaikan lautan luas yang tersedia sebagai wahana tempat tujuan berada. Sedangkan haqiqah adalah laksana intan berlian mahal yang menyenangkan hati sebagai tujuan perjalanan perahu. Dan ma’rifat itu adalah tujuan yang terakhir.
Ber-thariqah dan ber-haqiqah (berada dilautan luas menggapai mutiara) tergantung dengan syariah (sarana perahu yang kokoh). Seorang tidak akan berhasil ber-thariqah dan ber-haqiqah tanpa melalui syariah. Dengan ungkapan lain, bahwa seseorang tidak akan mendapatkan intan-mutiara tanpa menyediakan perahu dan menyemai lautan dalam. Perumpamaan  keempat konseptersebut merupakan sebuah sistem dan struktur amalan islam yang tidak dapat dipisah-pisah.
Ibarat buah manis suatu pohon, maka tidak bisa buah tersebut bermunculan terus tanpa disuplai oleh akar-akar pohon, oleh karena kesemuanya merupakan satu struktur sistematik. Sama halnya dengan satu buah berharga semisal durian. Seseorang tidak dapat langsung memperoleh inti buahnya, kecuali terlebih dahulu harus mengupas kulit dengan susah payah, dan beresiko terkena durinya, dan oleh sebab itu harus hati-hati.
Atas dasar ilustrasi seperti itu, ibadah-ibadah islam terus diwajibkan sepanjang hidup manusia sembari diperoleh buah ibadah yang berupa ma’rifattullah yang menjadi hakikat dan tujuan ibadah tersebut.
Dari uraian dan ilustrasi tentang syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat di atas dapat dipahami, bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam dengan benar. Singkatnya, konseptualisasi tersebut menggambarkan intensitas keislaman pengamalanya, bukannya mengkotak-kotak islam menjadi empat dimensi terpisah.[5]

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Syari’ah adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Alloh SWT yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits/as-sunnah.
Thariqah yaitu jalan atau petunjuk melakukan ibadah tertentu sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Haqiqah adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-­benar ada. Kata ini berasal dari kata po­kok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran).
Ma’rifah adalah pengetahuan batin yang berbasis kekuatan kalbu sehingga membuahkan suatu pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat serta hadir dalam sesuatu yang dikenali tersebut.
Hirarki syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat dapat dipahami, bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam dengan benar.












Daftar Pustaka

Hamka. 1951. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Yayasan Nurul
Islam.
Mulyati, Sri. 2011. Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekant Muktabarah di
Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Rusli, Ris’an. 2013. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Senali, Saifulloh Al Aziz. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf. Surabaya:
Terbit Terang.
Simuh. 2002. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada.
Umar, Nasaruddin. 2014. Tasawuf Modern. Jakarta: Republika.
Zn, Hamzah Tualeka.,dkk. 2011. Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.




[1] Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz Senali, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf, (Surabaya : Terbit Terang, 1998), Hlm. 69 – 76.
[2] Prof. Dr. H. Ris’an Rusli, M. A., Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013), Hlm. 184 – 187.
[3] Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz Senali, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf,...,Hlm. 81 – 83.
[4] Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz Senali, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf,...,Hlm. 83 – 86.
[5] Hamzah Tualeka Zn.,dkk., Akhlak Tasawuf,  (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2011), Hlm. 295.

Senin, 06 Maret 2017

BAB III TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna Sinensis L.) DI DESA BINAAN BALAI PENYULUHAN PERTANIAN (BPP) KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK

BAB III
METODE PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
3.1    Lokasi
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan akan dilakukan pada tanggal 02 Februari-26 Februari 2016 di desa binaan BPK Dempet Kabupaten Demak.

3.2    Metode Pelaksanaan
     Medote pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini akan dilakukan dengan cara mengikuti kegitan budidaya tanaman kacang panjang di desa binaan Badan Penyuluhan Kecamatan (BPK) Dempet Kabupaten Demak, secara langsung agar dapat diketahui secara detail kegiatan budidaya secara benar.
1.    Metode Dasar
Metode yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Suryana (2010), yaitu metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri suatu sifat fenomena. Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data dan menginterprestasikannya. Pelaksanaanya dilakukan melalui: teknik survey, studi kasus studi komparatif, studi tentang waktu dan gerak, analisis tingkah laku dan analisis dokumenter. Berdasarkan pengumpulan data tersebut mahasiswa mendeskripsikan kondisi dan kegiatan selama Praktik Kerja Lapangan serta menggambarkan kegiatan budidaya di desa binaan Badan Penyuluhan Kecamatan (BPK) Dempet Kabupaten Demak.




2.    Metode Pengumpulan Data
a)    Observasi
Observasi secara langsung dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi di Lokasi Praktik Kerja Lapangan selama kegiatan praktik dilakukan, antara lain mengenai permasalahan yang dihadapi, solusi dalam pemecahan masalah tersebut dan hal-hal yang relevan dengan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut.
b)   Wawancara
Wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan kepada narasumber melalui pertanyaan yang berkaitan dengan aspek yang dikaji.
c)    Tindakan
Tindakan yaitu mahasiswa secara aktif mengikuti kegiatan langsung pembudidayaan tanaman kacang panjang yang ada di desa binaan Badan Penyuluhan Kecamatan (BPK) Dempet Kabupaten Demak. Mahasiswa mengikuti semua aktifitas untuk mengetahui, memahami, dan mempraktikkan secara detail seluruh kegiatan dari hulu sampai hilir dari proses pengolahan lahan sampai pemeliharaan tanaman kacang panjang.
d)   Pencatatan
Mahasiswa melakukan pencatatan data yang berupa informasi yang berasal dari sumber-sumber yang relevan dan dapat dipercaya.
e)    Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan pengambilan gambar terhadap kegiatan yang dilakukan di desa binaan Badan Penyuluhan Kecamatan (BPK) Dempet Kabupaten Demak.



f)    Kajian Pustaka
Mahasiswa mengumpulkan data-data sumber pustaka atau penelitian terdahulu dengan tujuan menguatkan data Praktik Kerja Lapangan.
3.3    Jadwal Kegiatan
Kegiatan yang akan direncanakan dan dilaksanakan pada bulan Februari 2016. Adapun jadwal kegiatan sebagai berikut:
Tabel Jadwal Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
No
JENIS KEGIATAN
WAKTU
1.
2.
3.
4.
5.
Survei Lapangan
Perijinan
Penyusunan proposal
Pelaksanaan
Penyusunan Laporan
02 November 2015
04 Januari-31 Januari
08 Desember-30 Januari 2016
02 Februari-26 Februari 2016
27 Februari-10 Maret 2016













DAFTAR PUSTAKA

Anto, A. (2013). Teknologi budidaya kacang panjang. Diakses Pada 28 Desember 2015, dari http://kalteng.litbang.pertanian.go.id
Ashari, S. (1995). Holtikultura aspek budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Gultom, A.G. (2012). Pengaruh pemberian ampas teh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang (vigna sinensis l.). Diakses Pada 28 Desember 2015, dari http://digilib.unimed.ac.id.
Lingga, L. (2010). Cerdas memilih sayuran. Jakarta: PT Agro Media Pustaka.
Ronoprawiro, S. (1993). Produksi sayuran di daerah tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryana. (2010). Metodologi penelitian model praktis penelitian kuantitatif dan kualitatif. Diakses Pada 27 Januari 2015, dari http://file.upi.edu
Susilo, K.R., & Diennazola, R. (2012).  Bisnis tanaman sayur paling diminati pasar. Jakarta: PT Agro Media Pustaka.