Kamis, 14 Desember 2017

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VII SMPN 3 KENDAL TAHUN PELAJARAN 2017/2018 PADA MATERI POKOK BAHASAN SEGIEMPAT

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VII SMPN 3 KENDAL TAHUN PELAJARAN 2017/2018 PADA MATERI POKOK BAHASAN SEGIEMPAT

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Seminar Matematika
Dosen Pengampu: Budi Cahyono, M.Si. dan Saminanto, M.Pd.

Oleh:
Nur Halizah (1403056085)

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS SANS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI

Judul : PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP N 3 KENDAL TAHUN PELAJARAN 2017/2018 POKOK BAHASAN SEGIEMPAT
Penulis : Nur Halizah
NIM : 1403056085
Program Studi: Pendidikan Matematika

Latar Belakang Masalah
Salah satu ilmu dasar dalam pendidikan yang harus dikuasai oleh siswa adalah matematika sebab matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Dalam mempelajari matematika, berpikir menjadi pokok penting. Pelajaran matematika mengharuskan setiap siswa memiliki kemampuan memahami rumus, berhitung, menganalisis, mengelompokkan objek, membuat alat peraga, membuat model matematika, dan lain-lain. Kegiatan tersebut tidak hanya memerlukan kegiatan berpikir biasa (konvergen), tetapi dibutuhkan kemampuan berpikir tinggi (divergen). Kenyataannya banyak sekolah-sekolah yang mempunyai kemampuan berpikir siswa masih terbilang rendah. Sebagai contoh siswa merasa kebingungan untuk melakukan pengelompokan unsur yang diketahui dalam soal, langkah awal pengerjaan soal, kesalahan dalam melakukan operasi matematika, dan monoton terhadap contoh soal yang diberikan oleh gurunya.
Mengingat matematika sebagai induk dari ilmu pengetahuan maka matematika berperan penting baik sebagai alat bantu, ilmu, pembimbing pola pikir maupun pembentuk sikap, oleh sebab itu proses pembelajaran matematika harus dapat dilakukan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (2013:189) yang menyatakan bahwa “matematika dapat difungsikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang sistematis, logis, kreatif, disiplin, dan kerjasama yang efektif dalam kehidupan yang modern dan kompetitif”. Menurut pernyataan Handoko di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari belajar matematika salah satunya adalah mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.
Kreativitas adalah suatu gaya hidup, suatu cara dalam mempersepsi dunia. Hidup kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri secara optimal; menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru; aktivitas-aktivitas baru; mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah kemanusiaan (Munandar, 2009: 19). Kemampuan berpikir kreatif dalam hubungannya dengan matematika lebih tepatnya disebut kemampuan berpikir kreatif matematis. Kemampuan berpikir kreatif matematis dapat diartikan sebagai kemampuan menyelesaikan masalah matematika dengan lebih dari satu penyelesaian dan siswa berpikir lancar, luwes, melakukan elaborasi, dan memiliki orisinalitas dalam jawabannya. Sehingga siswa tidak hanya berkutat mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan.
Menurut Munandar (2009), terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif yaitu: pertama, faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal). Faktor ini meliputi pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi, kebiasaan, keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation),  dan kemampuan untuk bereksperimen. Kedua, faktor yang berasal dari luar diri individu (eksternal). Faktor ini meliputi hambatan sosial, organisasi dan kepemimpinan, kepribadian dan tidak kalah pentingnya adalah lingkungan keluarga dan masyarakat. Beberapa faktor-faktor tersebut merupakan aspek kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional menunjuk pada suatu kemampuan untuk mengatur dan mengelola dorongan-dorongan emosi yang terdapat dalam diri individu. Emosi dapat dikelompokkan pada kesedihan, amarah, takut, gembira, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu. Agar emosi tersebut dapat disalurkan secara benar dan tepat baik pada diri sendiri maupun bagi sosialnya, ada lima aspek yang dapat mencerminkan tingkat kecerdasan emosional yang dapat dimiliki oleh seseorang. Secara garis besar aspek-aspek kecerdasan emosional tersebut adalah, pertama: kemampuan mengenali emosi diri, kedua: kemampuan mengelola emosi diri, ketiga: kemampuan memotivasi diri ketika menghadapi kegagalan atau rintangan dalam mencapai keinginan, keempat: kemampuan mengenali emosi orang lain, dan kelima: kemampuan membina hubungan dengan sosialnya (Goleman terjemah Hermaya, 2000: 58 – 59).
Dalam Journal of Psychology and Behavioral Science yang berjudul Creative Thinking of High School Students in Relation to Their Emotional Intelligence dikatakan bahwa “Emotional Intelligence is the ability to understand emotions and their causes, the capability to effectively regulate these emotions in one-self and in others and most importantly being able to use the emotions as a source of information for problem solving, being creative and dealing with social situation”. 
“Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami emosi dan penyebab emosi mereka, kemampuan untuk secara efektif mengatur emosi dalam diri dan orang lain dan yang terpenting bisa menggunakan emosi sebagai sumber informasi pemecahan masalah, menjadi kreatif dan menghadapi situasi sosial”.
Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan keterampilannya untuk menciptakan suatu kreativitas termasuk intelektual. Emosi tidak hanya memberi kontribusi terhadap intelegensi, tetapi keseluruhan fungsi kehidupan manusia. Selama ini banyak yang beranggapan bahwa siswa yang pintar matematika adalah siswa dengan IQ yang tinggi. Kenyataannya tidaklah demikian, banyak siswa dengan IQ tinggi yang gagal (memperoleh nilai dibawah rata-rata) ketika menghadapi ulangan atau ujian dan sebaliknya siswa dengan IQ pas-pasan justru berhasil. Dalam belajar matematika IQ itu memang sangat diperlukan, namun IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional kreativitas berpikir yang dilakukannya. Demikian juga untuk mencapai kreativitas yang tinggi tidak hanya perlu mengembangkan rational intelligence, melainkan pula perlu mengembangkan emotional intelligence.
Kecerdasan emosional bekerja secara sinergi terhadap keterampilan kognitif. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimal. Kecerdasan emosi tersebut akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi permasalahan yang muncul pada diri orang tersebut termasuk masalah berpikir kreatif dalam belajar matematika. Keterbukaan terhadap emosi mampu menjadikan berfikir efektif dan meningkatkan kecerdasan emosinya, prestasi intelektualnya berkembang dan keterampilan sosialnya menajam. Hal itu dapat memandu siswa untuk mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, serta menerapkan energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. sehingga siswa memiliki kepercayaan diri dan tidak merasa ketakutan untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dan mengembangkan kreativitasnya.
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa tingkat kecerdasan emosional seseorang diduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Oleh sebab itu, kajian mendalam mengenai apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kemampuan berpikir matematis dipandang penting.
Peneliti memilih SMP N 3 Kendal sebagai objek dalam penelitian ini, karena menurut pengamatan peneliti dan hasil wawancara peneliti dengan guru dan siswa SMP N 3 Kendal didapati kemampuan berpikir kreatif siswa masih kurang dan ditambah lagi latar belakang siswa dari keluarga yang broken home serta orang tua menjadi TKI yang mana kecerdasan emosionalnya akan berbeda dengan latar belakang siswa dari keluarga harmonis menjadi pertimbangan utama peneliti. Selain itu letak lokasi SMP N 3 Kendal mudah dijangkau dan dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga peneliti lebih intensif dalam melakukan penelitian. Hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam memilih objek penelitian.
Dari latar belakang pemikiran di atas, maka Peneliti bermaksud mengangkat permasalahan tersebut menjadi penelitian skripsi dengan judul “PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP N 3 KENDAL TAHUN PELAJARAN 2017/2018 POKOK BAHASAN SEGIEMPAT”.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti memutuskan untuk mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas VII di SMP N 3 Kendal tahun pelajaran 2017/2018 pokok bahasan segiempat?



Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
Untuk mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas VII di SMP N 3 Kendal tahun pelajaran 2017/2018 pokok bahasan segiempat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Bagi Peserta Didik
Mengetahui kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis
Bagi Guru
Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tenaga pengajar sebagai motivator, demi peningkatan kreativitas siswa.
Memberi informasi kepada guru mengenai seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
Bagi Peneliti
Mengetahui pengaruh kecerdasan emosionaal terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sehingga penjadi pengalaman sebagai bekal menjadi guru yang professional
Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang mengangkat topik penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini peneliti mengkaji beberapa penelitian terdahulu yang relevan, yaitu :
Penelitian yang dilakukukan oleh Budi Manfaat dan Icih Kurniasih yang berjudul “PENGARUH EMOTIONAL EQUOTION (EQ) TERHADAP KREATIVITAS BERPIKIR MATEMATIKA SISWA (STUDI KASUS DI KELAS VIII SMPN 4 KOTA CIREBON) ”
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dilakukan di SMPN 4 Kota Cirebon dimana mayoritas siswanya tinggal di daerah perkotaan dengan berbagai tekanan, pengaruh lingkungan sehingga rentan akan labilnya emosi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kreativitas berpikir matematika siswa dengan latar belakang tersebut. Dari hasil penelitian ini, Emotional Quotient (EQ) termasuk faktor penunjang kreativitas berpikir matematika siswa. Siswa yang dapat mengelola emosinya dengan baik cenderung mudah untuk menyesuaikan suasana belajarnya sehingga dapat menciptakan kreativitas berpikir yang baik ketika menyelesaikan soal. Sebaliknya, siswa yang tidak dapat mengelola emosinya dengan baik cenderung agak susah dalam menciptakan kreativitas berpikir matematika. Suasana emosi akan tertata dengan baik, sehingga dapat berpengaruh dalam menciptakan kreativitas berpikir siswa ketika menyelesaikan soal matematika. Penelitian tersebut sangat relevan dengan topik penelitian yang akan diambil oleh peneliti.
Sedangkan yang membedakan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peniliti yaitu latar belakang tempat penelitian. Dimana latar belakang tempat penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini bertempat di SMP N 3 Kendal sebuah sekolahan yang terletak disalah satu desa di kabupaten Kendal dengan mayoritas siswanya tinggal di daerah pedesaan dan latar belakang siswa dari keluarga yang broken home serta orang tua menjadi TKI.
Penelitian yang dilakukukan oleh Zumaroh  yang berjudul “PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS III MAN 0I SEMARANG”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar peserta didik Kelas III MAN 0I Semarang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional semakin tinggi tingkat kemandirian belajar peserta didik kelas III MAN 01 Semarang.
Sedangkan yang membedakan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini yaitu terletak pada variabel indendent atau variabel terikatnya. Dimana variabel independent atau variabel terikat pada penelitian sebelumnya yaitu kemandirian belajar sedangkan variabel independent atau variabel terikat yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis.
Kajian Teori
Kecerdasan Emosional
Pengertian Kecerdasan Emosional
 Para ahli telah banyak yang mengungkapkan pengertian EQ (Emotional Quotient) antara lain, menurut Salovey dan Mayer yang dikutip oleh Lawrence (1999: 20), mengatakan bahwa: EQ (Emotional Quotient) merupakan himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Menurut Steven Stein dan Howard Book sebagaimana dikutip oleh Sayidah Faoziyah (2004: 17) bahwa garis pembagi utama kecakapan-kecakapan yang kita miliki terletak antara pikiran dan hati atau secara kognisi dan emosi. Sebagian kecakapan bersifat murni kognitif, seperti penalaran analisis dan keahlian teknis, sedangkan kecakapan lain merupakan perpaduan antara pikiran dan perasaaan. Inilah yang disebut kecakapan emosi atau Emotional Quotient. Kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa (memanjakan perasaan) melainkan mengelola perasaan sedemikian sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerja dengan lancar menuju tujuan yang hendak dicapai.
Sebenarnya pada tahun 1920, Thorndike meletakkan dasar-dasar teori EQ (Emotional Quotient), saat ia berbicara tentang teori kecerdasan sosial yang didefinisikannya sebagai kemampuan untuk berperilaku bijaksana dalam berhubungan dengan sesama manusia (Mubayyidh, 2006: 5). Namun pengetahuan tentang kecerdasan emosional baru menyebar luas di masyarakat setelah terbitnya buku best seller karya Danial Goleman pada tahun 1995 yang mendefinisikan Emotional Quotient sebagai berikut :
“Emotional Intelligence: abilities such as being able to motivate oneself and persists in the face frustation: to control impulse and delay gatification; to regulate one’s mood and keep distress from swaming the ability to think: to empathize and to hope” (Goleman, 1996: 36).
“Kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri dan bertahan dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati dan optimis”.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengenali, mengelolah, memotivasi emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain.

Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi-emosi yang muncul dalam dirinya dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman terjemah Widodo, 2000: 512).
Menurut Goleman (1995), EQ terdiri atas lima aspek berikut:
Knowing your emotions atau mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri adalah mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, mimiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat (Goleman terjemah Widodo, 2000:513). Orang yang mampu mengenali diri sendiri mampu mengetahui apa yang dirasakan orang dan mampu mengambil keputusan dengan relistis berarti mampu mengenali emosi diri. Unsur-unsur mengenali diri sendiri terdiri dari (Bahrudin dan Wahyuni, 2010: 158):
Kesadaran emosi,  yaitu mengenali emosi sendiri dan efeknya.
Penilaian diri secara teliti, yaitu mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.
Percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
Managing your own emotions atau mengelola emosi diri
Kemampuan mengelola emosi akan berdampak positif terhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, serta mampu memulihkan kembali dari tekanan emosi. Mengelola emosi diri meliputi mengelola emosi dan desakan hati yang merusak, sifat dapat dipercaya, memelihara norma kejujuran dan integritas, kehati-hatian, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, adaptabilitas keluwesan dalam menghadapi perubahan dan inovasi mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru (Bahrudin dan Wahyuni, 2010: 159).
Motivating yourself atau memotivasi diri
Memotivasi diri sendiri adalah kemampuan menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri.Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan (Uno, 2006: 58).
Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk mengerakkan dalam menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta bertahan untuk menghadapi kegagalan dan frustasi (Goleman terjemah Widodo, 2000: 514). Menurut Burhanudin dan wahyuni (2010: 159) motivasi memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
Dorongan prestasi, yaitu dorongan untuk menjadi yang lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.
Komitmen, yaitu menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau lembaga.
Inisiatif, yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesiapan.
Optimisme, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.
Recognising and understanding other people’s emotions atau mengenali emosi orang lain (empati)
Empati merupakan kemampuan yang dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Kemampuan ini meliputi memahami orang lain, merasakan perkembangan kebutuhan orang lain, mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain, menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan orang lain, serta mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan perasaan (Goleman terjemah Widodo, 2000: 514).
Managing relationships atau membina hubungan dengan orang lain
Keterampilan Sosial ialah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam team (Goleman, 2000: 514).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman 1999 (Dalam Ilham dan Helmi, 2002: 96) ada dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional yaitu:
Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbik, lebus prefontal dan hal-hal lain yang berada pada otak emosional.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah sikap. Pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik.
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Berpikir Kreatif
Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Menurut B Carlk (Dalam Munandar, 2009: 184) berpikir adalah keadaan berpikir rasional, dapat diukur, dapat dikembangkan dengan latihan sadar dan sengaja. Tujuan berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian yang dikehendaki.
Sementara De Bono, mendefinisikan berpikir sebagai keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman. Sedangkan menurut psikologi Gestalf, berpikir merupakan keaktifan psikis yang abstrak yang prosesnya tidak dapat kita amati dengan alat indera kita. Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa aktifitas berpikir seseorang tidak dapat di amati oleh indra kita, seperti halnya seseorang yang sedang diam belum tentu ia sedang berpikir karena dalam aktivitas berpikirnya tidak dapat diamati (Marliani, 2015: 16 – 17).
Menurut pendapat di atas buah dari berpikir adalah mendapatkan suatu ide atau penemuan yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulakan berpikir adalah kemampuan mental dalam menggabungkan dan mengorganisasikan antara kecerdasan dan pengalaman yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan menyelesaikan suatu permasalahan. Setiap manusia dalam hidupnya pasti melakukan kegiatan berpikir dengan kadar kecerdasan, usia, dan kondisi yang dialami.
Kreatif berasal dari bahasa Inggris „create‟ yang artinya menciptakan, sedangkan kreatif mengandung pengertian memiliki daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta sebuah komposisi dengan warna dan nuansa baru. Dalam journal of educational and instructional studies in the world yang berjudul CREATIVE THINKING SKILLS ANALYZES OF VOCATIONAL HIGH SCHOOL STUDENTS dikatakan bahwa “Creativity consists of flexible, fluent, unique and unordinary thinking in different situations.”
“Kreativitas terdiri dari pemikiran yang fleksibel, fasih, unik dan tidak biasa dalam situasi yang berbeda.”
Orang kreatif lebih fleksibel dibandingkan orang yang kurang kreatif. Keflesibelan ini membuat orang kreatif dapat menghindari rintangan-rintangan dalam menghadapi persoalan yang dihadapi. Kreativitas sering dikatakan sebagai suatu produk kreatif. orang kreatif akan mencari hal-hal yang baru, menemukan dan mengembangkan hal yang baru (Marliani, 2015: 17).
Malaka (2011:67) mengemukakan bahwa jangan berpikir bahwa kreatif itu hanya membuat hal-hal yang baru, hal tersebut salah karena manusia tidak pernah membuat hal baru. Manusia hanya bisa menemukan apa yang belum ditemukan oleh orang lain, manusia hanya bisa mengubah atau menggabungkan hal-hal yang sudah ada, sekali lagi bukan menciptakan hal yang baru. Maka kreatif hanya melanjutkan hal yang sudah ada bukan menciptakan atau membuat hal yang benar-benar baru, tetapi sifatnya yang lebih baru dan lebih unggul.
Sementara menurut Munandar (1999: 167), berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian.
Maka dengan berpikir kreatif, suatu rencana dapat dijalankan dengan baik dan hati-hati mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaannya. Berdasarkan beberapa pengertian berpikir kreatif menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda dari yang lain, menciptakan solusi untuk memecahkan masalah, dan membuat rencana inovatif seta orisinil yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan matang dengan dipertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.
Berpikir Kreatif Matematis
Berpikir kreatif dalam matematika dapat dipandang sebagai orientasi atau disposisi tentang instruksi matematis, termasuk tugas penemuan dan pemecahan masalah. Aktivitas tersebut dapat membawa siswa mengembangkan pendekatan yang lebih kreatif dalam matematika. Tugas aktivitas tersebut dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal yang berkaitan dengan dimensi kreativitas.
Dalam International Journal of Education and Research yang berjudul The Enhancement of Students' Creative Thinking Skills in Mathematics through The 5E Learning Cycle with Metacognitive Technique dikatakan bahwa “Mathematical creative thinking skills is thinking skills to generate ideas in solving mathematical problem or in perceiving certain mathematical situation which is marked by aspects of sensitivity, fluency, elaboration, flexibility, and originality. Sensitivity is ability to identify the problem. Fluency is ability to generate many relevant ideas. Elaboration is ability to develop, add, enrich an idea, elaborate details, and extend the ideas. Flexibility is ability to build various ideas and ability to change a way or approach, and different thinking direction. Originality is ability to determine ideas which are unusual, uncommon or different from another”.
“Keterampilan berpikir kreatif  matematis adalah kemampuan berpikir untuk menghasilkan gagasan dalam memecahkan masalah matematika atau dalam memahami situasi matematis tertentu yang ditandai oleh aspek kepekaan, kelancaran, elaborasi, fleksibilitas, dan orisinalitas. Sensitivitas adalah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah. Kefasihan adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang relevan. Elaborasi adalah kemampuan untuk mengembangkan, menambah, memperkaya ide, rincian yang rumit, dan sampaikan gagasannya. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk membangun berbagai gagasan dan kemampuan mengubah cara atau pendekatan, dan arah pemikiran yang berbeda. Orisinalitas adalah kemampuan untuk menentukan gagasanyang tidak biasa, tidak biasa atau berbeda dari yang lain”.
Heylock (1997) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis dapat menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah dengan memperhatikan jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah yang proses kognitifnya dianggap sebagai proses berpikir kreatif. Pendekatan kedua adalah menentukan kriteria bagi sebuah produk yang diindikasikan sebagai hasil dari berpikir kreatif atau produk-produk divergen. Tall (1991) mengatakan bahwa berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk memecahkan masalah dan/atau perkembangan berpikir pada struktur- struktur dengan memperhatikan aturan penalaran deduktif, dan hubungan dari konsep-konsep dihasilkan untuk mengintegrasikan pokok penting dalam Matematika (Moma, 2015: 30 – 31).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif matematis sebagai kemampuan menemukan dan menyelesaikan masalah matematis yang meliputi komponen-komponen: kelancaran, fleksibilitas, elaborasi dan keaslian. Penilaian terhadap kemampuan bepikir kreatif siswa dalam matematika penting untuk dilakukan. Pengajuan masalah yang menuntut siswa dalam pemecahan masalah sering digunakan dalam penilaian kreativitas matematis. Tugas-tugas yang diberikan pada siswa yang bersifat penghadapan siswa dalam masalah dan pemecahannya digunakan peneliti untuk mengidentifikasi individu-individu yang kreatif.
Aspek-aspek Berpikir Kreatif Matematis
Untuk mengetahui tingkat kekreatifan seseorang, perlu adanya penilaian terhadap kemampuan berpikir kreatif pada orang tersebut. Menurut Munandar (2009) ada 4 kriteria/ciri untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif seseorang, yaitu:
Keterampilan berpikir lancar (fluency)
Menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan
Menghasilkan motivasi belajar
Arus pemikiran lancar
Keterampilan berpikir lentur (fleksibel)
Menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam
Mampu mengubah cara atau pendekatan
Arah pemikiran yang berbeda
Keterampilan berpikir orisinil
Meberikan jawaban yang tidak lazim
Memberkan jawaban yang lain daripada yang lain
Memberikan jawaban yang jarang diberikan kebanyakan orang
Keterampilan berpikir terperinci (elaborasi)
Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan
Memperinci detail-detail
Memperluas suatu gagasan
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif dapat dijadikan indikator dalam menilai kemampaun berpikir kreatif seseorang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kreativitas dimiliki oleh setiap orang meskipun dalam derajat dan bentuk yang berbeda. Kreativitas harus dipupuk dan diingkatkan karena jika dibiarkan saja maka bakat tidak akan berkembang bahkan bisa terpendam dan tidak dapat terwujud.
Tumbuh dan berkembangnya kreasi diciptakan oleh individu, dipengaruhi oleh kebudayaan serta dari masyarakat dimana individu itu hidup dan bekerja. Tumbuh dan berkembangnya kreativitas dipengaruhi pula oleh banyak faktor terutama adalah karakter yang kuat, kecerdasan yang cukup dan lingkungan kultural yang mendukung.
Munandar (2009) menyebutkan bahwa perkembangan kreativitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1.  Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari atau terdapat pada diri individu yang bersangkutan. Faktor ini meliputi keterbukaan, locus of control yang internal, kemampuan untuk bermain atau bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep-konsep, serta membentuk kombinasi-kombinasi baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor-faktor ini antara lain meliputi keamanan dan kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas terhadap pandangan dan minat yang berbeda, adanya penghargaan bagi orang yang kreatif, adanya waktu bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongan untuk melakukan berbagai eksperimen dan kegiatan-kegiatan kreatif, dorongan untuk mengembangkan fantasi kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan penghargaan terhadap individual.
Penelitian menunjukkan bahwa bukan hanya faktor-faktor non-kognitif seperti sifat, sikap, minat dan temperamen yang turut menentukan produksi lintas kreatif. Selain itu latihan dan pengemabangan aspek non-kognitif seperti sikap berani mencoba sesuatu, mengambil resiko, usaha meningkatkan minat dan motivasi berkreasi, pandai memanfaatkan waktu serta kepercayaan diri dan harga diri akan sangat menentukan kreativitas (Munandar, 2009).
Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), faktor-faktor yang dapat mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya:
Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)
Menurut Roger (dalam Munandar, 2009) setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan. Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), kondisi internal (interal press) yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:
Keterbukaan terhadap pengalaman
Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan.
Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation)
Pada dasarnya penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain.
Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan konsep-konsep.
Merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)
Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Rogers (dalam Munandar, 2009) menyatakan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya:

Keamanan psikologis
Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan, yaitu:
Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.
Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar