Minggu, 13 Desember 2015

SUPERVISI PENDIDIKAN UIN WALISONGO




MAKALAH

SUPERVISI PENDIDIKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Dasar - Dasar Manajemen
Dosen Pengampu: Bapak Muslam

Oleh:
      Qosim Nur Syekha           1403056100
      Fitria Maharani                1403056099


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015




PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini persaingan hiduup semakin ketat, semua bangsa berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia, termasuk sumber daya pendidikan. Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan karena tugas guru adalah mendidik atau membantu peserta didik dengan penuh kesadaran, baik dengan alat atau tidak, dalam kewajiban mereka mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampuan serta peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat dan umat Tuhan YME.
Guru sebagai tenaga pengajar yang profesional, potensi sumber dayanya harus terus tumbuh dan berkembang. Guru harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, guru sebagai salah satu komponen sumber daya pendidikan memerlukan pelayanan supervisi. Pentingnya bantuan supervisi terhadap guru berakar mendalam dalam kehidupan masyarakat. Dalam makalah supervisi pendidikan ini akan dibahas lebih mendetail tentang supervise pendidikan.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian, prinsip, tujuan dan fungsi supervisi pendidikan?
2.      Apakah peran, objek, prosedur dan kendala supervise pendidikan?

C.      Tujuan
Berdasakan rumusan masalah pada makalah tersebut, maka tujuan dar makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian, prinsip, tujuan dan fungsi supervisi pendidikan
2.      Mengetahui peran, objek, prosedur dan kendala supervise pendidikan
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Supervisi Pendidikan
Istilah supervise pendidikan dapat dijelaskan baik menurutasal-usul (etimologi) dan bentuk perkataanya (morfologi).
1.    Arti Etimologis
Istilah “Supervisi” diambil dari dari Bahasa Inggris “supervision” artinya pengawasan (Wojowasito, 1972: 198). Supervise pendidikan berarti kepengawasan dibidang pendidikan . orang yang melakukan supervise di sebut “Supervisor” atau pengawas. Pada zaman Belanda ditingkat dasar pengawas disebut “Schoolopziener” sedangkan ditingkat umum maupun kejuruan disebut `’inspecteur”`
2.      Arti Morfologis
Menurut bentuk kata, supervise terdiri dari patah kata “Super”+”Visi” : super=atas, lebih; visi=lihat, titik tilik, awasi. Seorang “Supervisor” memang mempunyai posisi di atas atau mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada orang-orang yang disupervisinya; tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisinya itu.
Dalam Dictionary of Education Good Carter (1959) memberi pengertian bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta evaluasi pengajaran.
Menurut Boardman et al, Supervise adalah suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru di seolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Dengan demikian mereka dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontinu serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.
Seorang supervisor yang baik memiliki lima keterampilan dasar, yaitu:
1.    Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan.
2.    Keterampilan dalam proses kelompok.
3.    Keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan.
4.    Keterampilan dan mengatur personalia sekolah.
5.    Keterampilan dalam evaluasi (Kimball Wiles, 1955).
Dalam buku Kimball Wiles yang direvisi oleh Jhon T. Lovel, dijelaskan supervise pengajaran dianggap sebagai system tingkah laku formal, yang dipersiapkan oleh lembaga untuk mencapai interaksi dengan system perilaku mengajar dengan cara memelihara, mengubah dan memperbaiki rencana serta aktualisasi kesempatan belajar siswa. Uraian tentang supervisi pengajaran yang disebutkan diatas berfokus pada:
1.    Perilaku supervisor
2.    Dalam membanu guru-guru
3.    Dan tujuan akhirnya untuk mengangkat harapan belajar sisiwa.
Sehingga dapat dirumuskan supervisi tidak lain dari usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari pemberi supervisi pada akhirnya ialah memberikan layanan dan bantuan.
B.       Prinsip Supervisi Pendidikan
Masalah yang dihadapi dalam melaksanakan supervise di lingkungan pendidikan ialah bagaimana cara mengubah pola piker yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang kurang konstruktif dan kreatif. Suatu sikap yang menciptakan situasi dan relasi dimana guru merasa aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif, bila demikian maka prinsip supervisi yang dilaksanakan adalah (Sahertian: 2000: 19):
1.    Prinsip Ilmiah (scientific)
Prinsip ilmiah mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a.         Kegiatan supervise dilaksanakan berdasarkandata objektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses belajar mengajar.
b.         Untuk memperleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti angket, observasi, percakapan pribadi, dan setetrusnya.
c.         Setiap kegiatan supervise dilakanakan secara sistematis, berencana dan kontinu.
2.    Prinsip Demokratis
Servis dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan yang akrab dan kehangantan ssehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya. Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru, bukan berdasarkan atasan dan bawahan, tapi berdasarkan rasa kesejawatan.
3.    Prinsip Kerjasama
Mengembangkan usaha bersama menurut istilah suprvisi “sharing of idea, sharing of experience”, memberi support mendorong, mensimulasi guru, sehingga merasa tumbuh bersama.
4.    Prinsip Konstruktif dan Kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreatifitasnya kalau ssupervisi mampu menciptakan suasana kerja yang meyenangkan, bukan melalui cara-cara menakutkan.[1]



C.      Tujuan Supervisi Pendidikan
Tujuan Supervisi adalah mengembangkan situasi belajar dan mengajar yang lebih baik. Usaha perbaikan belajar dan mengajar ditujukan kepada pencapaian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara maksimal.
Secara nasional tujuan kongkrit supervisi pendidikan adalah:
1.    Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
2.    Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar murid.
3.    Membatu guru dalam menggunakan alat pelajaran modern, metode-metode dan sumber-sumber pengalaman belajar.
4.    Membantu guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri .
5.    Membantu guru-guru baru disekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya.
6.    Membantu guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhya dalam pembinaan sekolah.
Sedangkan Piet A. Sahartian menambahkan tujuan supervisi pendidikan yaitu sebagai berikut:
1.    Membantu guru-guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan sumber-sumber masyarakat dan seterusnya.
2.    Membantu guru-guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru-guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.[2]

D.      Fungsi Supervisi Pendidikan
Fungsi utama supervise pendidikan adalah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang memengaruhi proses pembelajaran peserta didik. (Burton & Bruckner, 1995: 3) Sedangkan Brigss mengungkapkan bahwa fungsi utama supervisi bukan hanya perbaikan pembelajaran tapi mengkoordinasi, menstimulasi, mendorong kea rah pertumbuhan guru. Dengan perkataan lain seprti yang diungkapkan Kimball Wiles bahwa fungsi dasar supervise ialah memperbaiki situasi belajar mengajar dalam artian yang luas. Ada analisisnya yang lebih luas seperti dibahas oleh Swearing dalam bukunya Supervisi of Instruction-Fundation and Dimention (1961). Ia mengemukakan delapan fungsi supervisi, diantaranya:
1.    Mengkoordinasi semua usaha sekolah
2.    Memperlengkapi kepemimpinam sekolah
3.    Memperluas pengalaman guru-guru
4.    Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif
5.    Memberi fasilitas dan penilaian yang terus-menerus
6.    Menganalisis situasi belajar-mengajar
7.    Memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada setiap anggota staf
8.    Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru[3]

E.       Peranan Supervisi Pendidikan
Supervisi berfungsi membantu (assisting) member support (supporting) dan mengajak mengikutsertakan (sharing) (Kimball Wiles, 1955). Dilihat dari fungsinya, tampak dengan jelas peranan supervisi itu. Peranan itu tampak dalam kinerja supervisor yang melaksanakan tugasnya. Mengenai peranan supervise dapat dikemukakan berbagai pendapat para ahli. Seorang supervisor dapat berperan sebagai:
1.    Koordinator
Sebagai koordinator ia dapat mengkoordinasikan program belajar-mengajar, tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan yang berbeda-beda di antara guru-guru. Contoh konkret mengkoordinasi tugas mengajar satu mata pelajaran yang dibina oleh berbagai guru.
2.    Konsultan
Sebagai konsultan ia dapat member bantuan, bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik secara individual maupun secara kelompok. Misalnya, kesulitan dalam mengatasi anak yang sulit belajar, yang menyebabkan guru sendiri sulit mengatasi dalam tatap muka di kelas.
3.    Pemimpin kelompok
Sebagai pemimpin kelompok ia dapat memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok, pada saat mengembangkan kurikuln, materi pelajaran dan kebutuhan professional guru-guru secara bersama. Sebagai pemimpin kelompok ia dapat mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat dalam bekerja untuk kelompok (working for the group), bekerja dengan kelompok (working with the group) dan bekerja mealui kelompok (working through the group).
4.    Evaluator
Sebagai evaluator ia dapat membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar, dapat menilai kurikulum yang sedang dikembangkan. Ia juga belajar menatap dirinya sendiri. Ia dibantu dalam merefleksi dirinya, yaitu konsep dirinya (self concept), ide/cita-cita dirinya (self idea), realitas dirinya (self reality) (P. Wiggens, 1965). Misalnya, diakhir semester ia dapat mengadakan evaluasi diri sendiri dengan memperoleh umpan balik dari setiap peserta didik yang dapat dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya.
Yang harus diubah ialah untuk kinerja para Pembina pendidikan (supervisor) yang memakai pola lama, yaitu mencari-cari kesalahan dan kebiasaan memberi pengarahan. Dalam iklim demokrasi, harus ada reformasi untuk kinerja para Pembina pendidikan seperti yang diungkap Kimball Wiles (1955). Ia menegaskan peranan seorang supervisor ialah membantu, member support dan mengikutsertakan, bukan mengarahkan, selain tidak demokratis, juga tidak member kesempatan untuk guru-guru belajar sendiri (otonom) dalam arti professional. Guru tidak diberi kesempatan untuk berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri. Padahal cirri dari guru yang professional ialah guru-guru memiliki otonomi dalam arti bebas mengembangkan diri sendiri atas kesadaran diri sendiri.
F.       Objek Supervisi Pendidikan
Sudah dijelaskan dimuka bahwa objek pengkajian supervisi ialah perbaikan situasi belajar-mengajar dalam arti yang luas. Piet A. Sahertian melihat objek supervisi di masa yang akan datang mencakup:
1.    Pembinaan kurikulum
2.    Perbaikan proses pembelajaran
3.    Pengembangan staf
4.    Pemeliharaan dan perawatan moral serta semangat kerja guru-guru.
Berikut ini adalah penjabaran tentang objek supervise pendidikan:
1.    Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum
Bila suatu kurikulum akan diterapkan maka pengawas pendidikan yang pertama ditatar dan diperlengkapi agar mereka bertugas untuk menerapkan kurikulum yang hendak dilaksanakan. Selain itu, para Pembina/supervisor bertugas untuk memberikan pengertian tentang apa sebenarnya kurikulum itu, pendekatan yang digunakan dalam kurikulum.
Kegiatan dan pengalaman belajar, model pengembangan kurikulum yang hendak diterapkan. 
(1)      Apa yang dimaksudkan dengan kurikulum?
Kurikulum adalah sejumlah pengalaman belajar yang dirancangkan dibawah tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
(2)      Pendekatan yang digunakan dalam menyusun kurikulum
Ada kurikulum yang disusun berorientasi pada materi pelajaran. Yang diutamakan  ialah sejumlah bahan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Ada kurikulum yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Biasanya kurikulum yang berorientasi pada tujuan selalu mengacu pada taksonomi tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh S. Bloom yang mencakup: Domain kognitif, Domain psikomotorik, dan Domain afektif.
Ada juga kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan siswa. Artinya kurikulum itu disusun sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa pada suatu tingkat tertentu atau pada suatu tempat tertentu. Ada pula kurikulum yang disusun berorientasi pada perubahan tingkah laku. Aspek tigkah laku yang mana yang ingin dicapai malalui kurikulum. Misalnya, kurikulum itu ditujukan untuk pembentukan sejumlah pengaetahuan (spek kognitif). Atau kurikulum yang disusun untuk mengubah sikap peserta didik. Ataukah untuk mencapai kemampuan potensi kreativitas atau seperangkat sikap social.
Selain pendekatan kurikulum yang berorientasi pada berbagai aspek kepribadian peserta didik, guru-guru harus mampu membaca pokok-pokok bahasan, konsep, dan tema-tema yang dirumuskan dalam kurikulum itu. Kemudian tugas guru ialah merancangkan berbagai pengalaman belajar dan kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar.
2.     Peningkatan Proses Pembelajaran
Sasaran kedua adalah memperbaiki proses pembelajaran. Kegiatan belajar yang dilaksankan siswa dibawah bimbingan guru mulai dari merumuskan tujuan hingga merancang pengalaman belajar. Belajar ditandai dengan mengalami perubahan tingkah laku, karena memperoleh pengalaman baru. Melalui perolehan pengalaman belajar peserta didik memperoleh pengertian, sikap penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lainnya. Agar peserta didik memperoleh sejumlah pengalaman belajar, maka mereka harus dilakukan sejumlah kegiatan belajar. Suatu daftar kegiatan belajar telah disusun oleh Paul B. Diedrich. Ada 177 macam kegiatan belajar. Yang dikemukakan disini hanya beberapa kegiatan belajar saja.
a)             Kegiatan mengamati (visual activities).
b)             Kegiatan mendengarkan (listening activities).
c)             Kegiatan berbicara/lisan (oral activities).
d)            Kegiatan mengambarkan (drawinf activities).
e)             Kegiatan melalui gerak/motor (motor activities).
f)              Kegiatan mental (mental activities).
g)             Kegiatan menulis (writing activities).
h)             Kegiatan emosional,
Dengan berbagai kegiatan belajar siswa akan memperoleh sejumlah pengalamn belajar (learning experiences). Belajar bukan saja menguasai sejumlah materi pengetahuan, tapi memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Sifat pengalaman itu bermacam-macam.
a)             Pengalaman yang bersifat sahih (valid), yaitu pengalaman yang benar-benar tepat seperti yang dimaksudkan. Contoh: upacara hari Sumpah Pemuda yang dilakukan di halaman sekolah. Para siswa memperoleh pengalaman belajar terhadap peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
b)             Pengalaman juga bersifat lengkap (komprehensif).
c)             Pengalaman yang diberikan juga beragam (variasi).
d)            Pengalaman juga bersifat relevan.
Selain tujuan, kegiatan belajar, pengalaman belajar, juga ditingkatkan berbagai keterampilan mengajar seperti keterampilan menjelaskan, keterampilan member motivasi, keterampilan memberi penguatan dan keterampilan dalam mengelola kelas. Bagaimana cara menciptakan suasana beajar-mengajar yang menyenangkan adalah salah satu usaha perbaikan proses belajar-mengajar. Selain itu perlu dikembangkan kemampuan dan menilai hasil belajar dan proses belajar. Setiap guru yang selesai mengajar bertanya pada dirinya apakah bahan yang disajikan dapat dikuasai oleh subjek didik. Supervisor dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan berbagai model rancangan pembelajaran. 
3.    Pengembangan Sumber Daya Guru dan Staf Sekolah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang perlunya supervise bahwa guru-guru itu perlu bertumbuh dalam jabatannya maka setiap guru harus berusaha untuk mengembangkan dirinya. Ada beda antara pengembangan staf dab inservise education. Pengembangan staf dapat dipandang usaha yang dating dari guru itu sendiri untuk meningkatkan kualitas profesi mengajarnya. Sedangkan inservise education dilihat dari segi pihak luar, seperti lembaga pendidikan guru yang berusaha untuk mendorong guru-guru agar mau mengajar lagi.[4]  

G.      Prosedur Supervisi Pendidikan
Beberapa langkah pengawasan dalam kelembagaan tingkat satuan pendidikan adalah sebagai penentu standar, mengadakan pengukuran, membandingkan antara hasil pengukuran dengan standar yang telah ditetapkan, dan melaksankan perbaikan ketika ada penyimpangan atau daur ulang dengan membuat perencanaan baru jika ternyata hasil pembandingan yang dilakukan lebih atau sama dengan yang distandarkan.

1.    Penentuan Standar
Yang dimaksudkan dengan standar adalah patokan-patokan mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan. Misalnya, suatu kegiatan direncanakan terlaksana 90% dari keseluruhannya, maka jika terlaksana sama atau lebih dari 90%, dikataka sesuai dengan standar atau patokan. Sebaliknya, jika kurang dari 90%, maka dianggap tidak sesuai dengan standar atau patokan. Standar ini haruslah dibuat dan senantiasa dikomunikasikan kepada bawahan, agar mereka mengetahui target-target yang dimiliki oleh organisasi atau lembaganya.
Adapun yang patut distandarkan adalah keseluruhan substansi manajemen tingkat satuan pendidikan beserta seluruh elemen-elemennya. Adapun standar ini, akan menjadikan penyebab ada titik tolak patokan dalam melaksanakan aktivitas.   
2.    Mengadakan Pengukuran
Pengukuran dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksankan. Pengukuran dilakukan dengan maksud mengetahui seberapa jauh suatu kegiatan telah dilaksanakan atau belum. Pengukuran bermaskud mengetahui pelaksanaan kegiatan dalam pengertian seriil mungkin. Pengetahuan mengenai kegiatan dalam kondisi yang riil ini sangat penting, agar dapat diambil langkah-langkah konkret berdasarkan kebutuhan. Oleh karena itu, pemimpin organisasi atau lembaga, tidak boleh percaya begitu saja kepada laporan bawahan-bawahannya, karena bias jadi mereka dalam memberikan laporan sekedar Asal Bapak Senang (ABS) saja. Pengecekan dalam waktu mendadak, yang dewasa ini dikenal dengan istilah sidak, sangat penting dilakukan. Demikian juga masukan-masukan dari masyarakat mengenai suatu lembaga haruslah diperhatikan, bias jadi memang laporan tersebut benar.
Ada dua cara dalam pengukuran. Pertama, dengan menggunakan teknik tes dan yang kedua,  dengan menggunakan teknik nontes. Teknik tes ilkaukan guna mengetahui berbagi aspek yang bersifat pengetahuan dan keterampilan, sementara teknik nontes digunakan utuk mengetahui keseluruhan aspek lain yang tidak dapat dijangkau oleh teknik nontes.
3.    Membandingkan Hasil Pengukuran dengan Standar yang Telah Dilakukan
Dengan langkah ketiga ini, akan diketahui selisih antara hasil pengukuran dengan standar yang telah ditentukan. Apakah selisih tersebut plus ataukah minus. Jika selisihnya adalah plus, maka dari langkah ketiga ini langsung kembali ke langkah satu, yaitu membuat standar baru keberhasilan. Bias jadi, standar baru tersebut sama dengan sebelumnya, dan akan lebih baik (karena bertambah meningkat) jika ditingkatkan lagi. Misalnya, jika standar sebelumnya adalah 90%, bisa ditingkatkan menjadi 95%. Seblaiknya, jika selisihnya adalah minus, maka dilakukan langkah pengawasab berikutnya, yaitu mengadakan perbaikan.
4.    Mengadakan Perbaikan
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan berdasarkan selisih minus hasil perbandingan pengukuran dngan standar. Langkah perbaikan ini dilakukan dengan maksud agar apa yang telah distandarkan tercapai. Perbaikan tersebut, tertuju pada hal-hal yang menjadi penyebab target suatu standar tersebut tak terpenuhi.
Jika langkah-lagkah pengawasan ini divisualisasikan, tampak sebagaimana dibawah ini.










Rounded Rectangle: Merumuskan Standar (Patokan)
 
 


 














(Diadaptasi dari Streers, 1985. Managing Effective Organization, hlm. 205).[5]


H.      Kendala-Kendala Supervisi
Pada prakteknya pelaksanaan supervisi pengajaran di Indonesia masih banyak kedala yang dihadapi. Sejak awal kendala yang dihadapi adalah; kurang memahami kemampuan supervisor, sehingga pelaksanaanya tidal lebih suatu kegiatan administrasi rutin; kurang lancarnya komunikasi dan tranportasi akibat kondisi geografis; system birokrasi terbaginya loyalitas supervisi sebagai dampak dualisme pengenalan (di sekolah dasar); dan sikap guru serta supervior terhadap pembaharua pendidikan (Beeby, 1979). Selain itu kendala yang di hadapi BP3K (1983) melalui laporan Hasil Evaluasi terpadu Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai berikut:
1.    Pelaksanaan supervisi yang kadang-kadang cenderung ke segi administrasi
2.    Kurang jelasnya Pembedaan fungsi administrasi dan supervisi dari pedoman yang ada, sehingga para kepala sekolah tidak dengan melaksanakan tugas masing-masing fungsi kurag baik
3.    Kurangnya tenaga guru yang dikaitkan dengan keefektifan supervisi
4.    Kurangnya sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan supervisi dalam melakukan pembaharuan kurikulum. Depdikbud telah mengantisipasi kendala-kendala itu dengan mencatatnya sebagai informasi yang perlu dan harus diperhatikan oleh pelaku supervisi. Dapun kendala-kendala yang dimaksud adalah:
a.       Sistem pembinaan yang kurang memadai, karena:
1)   Pembinaan lebih menekankan aspek administratif dan melalaikan aspek profesi
2)   Kurangnya tatap muka antara Pembina dan guru
3)   Kurangnya penambahan pengetahuan dari para Pembina, sehingga tidak dapat mengamati perkembangan baru dalam berbagai mata pelajaran
4)   Pemibina masih menggunakan jalur tunggal dan searah dari atas ke bawah
5)   Potensi guru sebagai Pembina rekan guru lain kurang digunakan
b.      Sikap metal yang kurang menunjang, misalnya hubungan profesional yang kaku dan kurang akrab antara “atasan” dan “bawahan”.
c.       Kurang terkoordinatnya kegiatan pembinaan berbagai pihak yang berwewenang dilapangan, baik secara horizontal, sehingga kadang-kadang membingungkan para guru
d.      Persepsi, Respons, dan Sikap Guru terhadap Supervisi


PENUTUP
SIMPULAN
Supervise adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Untuk menjadikan semua itu lebih baik maka perlulah mengetahui tentang supervise pendidikan yang telah disapaikan pada memaparan makalah tadi. Maka dari itu kami menyadari betul dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna yang memerlukan kritik dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
Piet A. Sahertian. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Luk-luk Nur Mufidah. 2009. Supervise Pendidikan. Yogyakarta: Teras
Binti Maunah. 2009. Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Teras
Ali Imron. 2014. Proses Manajemen Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara




[1] Luk-luk Nur Mufidah. 2009. Supervise Pendidikan. Yogyakarta: Teras. (Hlm. 11-12)
[2] Binti Maunah. 2009. Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Teras. (Hlm. 26-28)
[3] Luk-luk Nur Mufidah. 2009. Supervise Pendidikan. Yogyakarta: Teras. (Hlm. 19-20)
[4] Piet A. Sahertian. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. (Hlm. 16-19, 25-26, 26-32).
[5] Ali Imron. 2014. Proses Manajemen Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. (Hlm. 139-142).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar